Anak pertama dari dua bersaudara ini
dilahirkan di Amuntai Kalimantan Selatan, 14 Juni 1992 dari pasangan H. Heriansyah
& Hj.
Noor Thaibah.
Menyukai dunia seni dan sastra sejak taman kanak-kanak, dan pertama kali mengarang puisi dan dongeng sejak kelas II SD. Menamatkan studinya selama tujuh tahun di Pon-Pes Al Falah Banjarbaru Kal-Sel. Selama terkurung di Pesantren itulah, ia makin mengasah bakatnya hingga bisa mewakili Kal-Sel di Lomba Cipta Puisi antar Pesantren tingkat Nasional di Surabaya, dan berhasil menduki peringkat tiga besar. Setelah itu ia berproses selama kuliah di IAIN Antasari Banjarmasin selama 4,5 tahun.
Sekarang ia tercatat sebagai mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Menyukai dunia seni dan sastra sejak taman kanak-kanak, dan pertama kali mengarang puisi dan dongeng sejak kelas II SD. Menamatkan studinya selama tujuh tahun di Pon-Pes Al Falah Banjarbaru Kal-Sel. Selama terkurung di Pesantren itulah, ia makin mengasah bakatnya hingga bisa mewakili Kal-Sel di Lomba Cipta Puisi antar Pesantren tingkat Nasional di Surabaya, dan berhasil menduki peringkat tiga besar. Setelah itu ia berproses selama kuliah di IAIN Antasari Banjarmasin selama 4,5 tahun.
Sekarang ia tercatat sebagai mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Karya-karyanya bertebaran di media massa seperti: Banjarmasin Post, Radar Banjarmasin, Serambi Ummah, Cahaya Nabawiy, Kalimantan Post, Media
Kalimantan, dan sejumlah buletin / majalah sekolah. Puisi-puisinya juga sering dibacakan di Radio
Abdi Persada FM Banjarmasin.
Dan
sekarang lebih 30 buku Antologi fiksi (cerpen) maupun puisi telah memuat
karya-karyanya. Dan ia menikmati hobinya sekarang yakni berekspresi dengan menulis lagu.
“Sebuah Perjuangan, Sebuah Pilihan”
Arief dilahirkan dari keluarga yang satu pun
dari keluarganya tersebut bukan dari orang berdarah seni. Kadang ia juga
bingung entah keturunan dari siapakah darah seni yang mengalir pada dirinya.
Bermula dari hobi membaca sebuah majalah anak-anak saat ia berumur lima tahun,
hingga saat ia berumur tujuh tahun keinginan untuk melahirkan sebuah tulisan
seakan mendorong kuat, hingga lahirlah puisi pertama yang ia ciptakan pada
waktu itu berjudul “Guruku”, sampai sekarang pun ia masih ingat dengan isi
puisi tersebut.
Namun cobaan itu selalu ada, saat ia
berkeinginan kuat untuk melanjutkan sekolah di SMP favorit di Kabupaten tempat
ia berada, keinginan itu sangat bertentangan dengan keinginan Ayahnya yang
ingin memasukannya di Pondok Pesantren di ibu kota, yang tentu sangat jauh
jaraknya dari kampong halaman. Arief mengalah dengan mengubur impiannya menjadi
seniman saat itu, kar’na ia beranggapan mana mungkin jiwa seninya dapat
tereksplor di dunia pesantren yang terkurung ketat dengan tembok besinya yang
menjulang kokoh. Ia mengalah demi kemauan Ayahnya.
Namun tak disangka, justru bakat
menulisnya semakin kuat saat ia menduduki di bangku Aliyah di pesantren
tersebut, walaupun secara otodidak – tidak ada ustadz guru seni- namun bakat
itu terus saja mengiringi langkahnya, dan dapat menghasilkan prestasi di
tingkat sekolah-sekolah umum di luar. Akan tetapi lagi-lagi bakat itu kurang
disetujui Ayahnya yang menginginkan ia ahli di bidang agama dan kitab kuning.
Arief memberontak dan terus saja mengembangkan bakat menulis tersebut dengan
sering mengikuti seminar atau pelatihan kepenulisan di luar. Hingga pada suatu
ajang bergengsi di tingkat pesantren, Arief dapat meraih medali emas di cabang
lomba Cipta Puitisasi Al-Qur’an se Kalimantan Selatan, dan berhak mewakili Provinsinya
di ajang nasional. Dan perjuangan di tingkat Nasional itupun tidak sia-sia,
Arief berhasil menyabet peringkat tiga besar dan membawa pulang medali perunggu
untuk mengharumkan nama Provinsinya. Hingga saat itulah Ayahnya luluh dan
membiarkan Arief memilih jalan hidupnya di kesenian, khususnya sastra. Bahkan
sampai sekarang Ayahnya sangat mendukung untuk memotivasi anaknya ini untuk
selalu mengikuti even-even sastra yang ada.
Kini selain menjadi mahasiswa yang aktif berorganisasi, Arief juga pernah dipercaya menjadi Ketua umum Sanggar Bahana Antasari (SBA) periode 2014-2015 yang juga menunjang
aktifitas seni yang mendarah-daging dalam dirinya, ditahun selanjutnya tanpa disangka Arief diamanahkan dan terpilih menjadi Ketua BEM/Dema IAIN yang mana sebutan "Presma" masih melekat dalam jiwanya sampai sekarang. []
MTQ Tanah Laut 2013
MTQ Kab.Banjar 2013
in Museum
My Mom beloved
My Action, hahaha
I'm actor drama, hehe
My Studies, kemudian saya pun ditugaskan mengajar di
SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin
SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin
My Sister beloved, Chaerunnida Heriansyah
We show, "Bahasa Langit"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar