Sketsa Debu Jalanan
Oleh: Arief Rahman Heriansyah
bacalah bila hanya sajak buram
kenyataannya bisu pada kotak suara
naluri yang hanyut detak sungai
Mahakam
ruh pejuang suara bhineka tunggal ika
dia berlari namun tanpa pijakan
kaki
dia menadah namun tak ada jari
sanubari
ia menggorek serpihan pakaian
telanjangnya
pada kejauhan lebih bersyukur dari
mereka yang ada
kejapan mata lemah landai
berbaring di tanah meminta pelukan
Tuhan
tidak dinaya, memandang kerajaan
digjaya
lantunkan irama ilegi, silahkan
bicara!
ia lebih mengais serpihan debu di
jalan aksara
sketsa debu harapan, debu impian…
sebuah nama, sebuah lukisan
pajangan
ia menghilang pada kuas angin malam
NB: Puisi diatas saya temakan sebagai sajak 'disabilitas', yang mana saya dedikasikan untuk orang-orang yang semestinya merdeka hidup di dunia ini, namun berjalan beriringan dengan keterpurukan dan dalam ketidaksempurnaan.
Saya ingat, puisi di atas sudah pernah 2 (dua) kali dipentaskan dalam bentuk pementasan "Musikalisasi Puisi" dengan arasement lyrik dan nada serta musik yang berbeda. Dan tentunya akan syahdu bila terdengar oleh telinga, heheh ^o^
Baiklah, sampai di sini dulu perjumpaan kita, insya'Allah postingan artikel saya akan terbit kembali, tunggu saja yach! :)
Banjarmasin, 27 Juli 2012
Bye ^_^ to Enjoy you'r Self
7 komentar:
Mas Arief memang jago dalam menyusun kata.
@Pak M Mursyid PW: hehe... masih belajar juga pak :-)
Assalaamu'alaikum wr.wb, Arief...
Sangat menarik membaca Sketsa Debu Jalanan.
Memerlukan daya kreatif dan kritis dalam menghasilkan sebuah tulisan puisi yang diinspirasikan dari sang debu jalanan.
Bahasa katanya juga menarik dan penuh inovatif. Saya senang membacanya. Teruskan potensi diri yang ada. Jika tak dipecahkan ruyung, mana kan dapat sagunya.
Salam Ramadhan.
Siti Fatimah Ahmad
Sarikei, Sarawak.
puisinya cocok ya buat pentas 17 agustusan. :)
itu gambar2 di bawah ga dikasih caption sumber gambar?
wowo keren bgt sob foto2 nya...
foto grafer jg yah..^_^
kata-katanya keren abis..
Salam Silaturahim dari Layanan Aqiqah Bandung..
Posting Komentar