Senin, 26 September 2016

Kembali Menjadi Anak Perantauan (Part 1)




Jogja, adalah sebuah nama ibukota yang sedari kecil aku sudah memimpikannya, bermimpi agar suatu saat bisa menuntut ilmu di sana. Dan lagi-lagi Tuhan mendengar akan impianku ini, aku berhasil menjadi mahasiswa S2 di Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, melalui perjuangan yang lumayan sulit. Dua kali bolak-balik Jogja-Banjarmasin untuk mengikuti test seleksi masuk di kampus ini. Namun hikmahnya aku benar-benar belajar giat dan mempersiapkan diri sebaik mungkin ketika menghadapi ujian seperti ini.  Dan terlebih aku harus menjadi pribadi yang lebih pandai bersyukur kepada-Nya, mensyukuri atas segala karunia yang terlah diberikan padaku sampai pada detik ini, karena tak semua orang mempunyai kesempatan menuntut ilmu dengan baik, apalagi bisa merantau  jauh ke seberang pulau hanya untuk menimba ilmu.

Jujur sampai sekarang aku masih berat hati meninggalkan orang-orang tersayang di Banua sana, semua begitu melekat, kebaikan mereka semua, kebersamaan yang tak ternilai harganya, canda tawa, sedih dan duka, satu persatu wajah itu selalu melintas dalam benak. Susah untuk digambarkan, pada intinya aku selalu merindukan kalian yang di sana.






Di kota Jogja ini aku bertempat tinggal di daerah Sapen, kontrakan kecil dengan kamar seluas 2x3 M yang lumayan kecil untuk menampungku seorang diri, aku masih harus bersyukur karena mendapatkan tempat tinggal sementara yang layak dan bertempat sangat strategis di kawasan belakang kampus UIN, selain itu juga harganya lumayan terjangkau dibandingkan sewa kos-kosan di daerah Banjarmasin sana. Proses adaptasi yang kujalani di sini kadang mudah dan terkadang lumayan sulit juga. Semua kebutuhan pangan maupun sandang yang dijual di sini begitu lebih terjangkau dibandingkan tempat tinggal asalku, namun yang harus bisa kuterapkan bagaimana caranya berhemat dan berhemat. Sering sekali pikiran yang menghantuiku adalah aku ingin kerja sampingan di sini entah sebagai guru privat, tenaga honorer di sekolah maupun seorang kasir di tempat perbelanjaan, ya ini curahan hatiku, karena aku tidak enak sama Abah yang harus rutin mengirimkan uang setiap bulannya, aku merasa tidak enak hati karena begitu sadar umur ini sudah beranjak dewasa untuk ukuran seorang mahasiswa S2 sepertiku. Namun aku yakin Tuhan selalu mengatur semua jalan terbaik untuk hamba-Nya. (Brrsambung...)






1 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantap ka ceritanya, sangat menginsfirasi